Kamis, 03 Juli 2008

USULAN MATERI BUKU PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBERDAYAAN WILAYAH PERTAHANAN LAUT

MARKAS BESAR ANGKATAN LAUT
DINAS PEMBINAAN POTENSI MARITIM


BAB I
PENDAHULUAN


1. Umum

a. Pembangunan Nasional yang antara lain berbasiskan pada Pembangunan Potensi Maritim Nasional memerlukan upaya lebih lanjut yang bersifat strategis demi terjaganya keutuhan Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai suatu Negara Kepulauan (Archipelagic State). Oleh karena itu Pembangunan Kekuatan Komponen Pertahanan Negara Matra Laut harus dipersiapkan secara dini sesuai dengan prinsip-prinsip Sistem Pertahanan Semesta. Pemberdayaan Potensi Maritim Nasional harus mampu menjadi kekuatan inti dalam Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut.

b. Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut pada hakekatnya merupakan kegiatan membantu Pemerintah menyiapkan Potensi Nasional dalam hal ini Potensi Maritim Nasional menjadi Kekuatan Pertahanan yang dipersiapkan secara dini meliputi Wilayah Pertahanan Laut beserta kekuatan pendukungnya, untuk melaksanakan Operasi Militer untuk Perang (OMP) yang pelaksanaannya didasarkan pada kepentingan pertahanan negara sesuai dengan Sistem Pertahanan Semesta. Untuk itu diharapkan Pembangunan Nasional yang berkelanjutan dapat ditopang dengan kekuatan maritim yang fleksibel dan tangguh.

c. Pertahanan Negara yang berfungsi untuk mewujudkan dan mempertahankan seluruh Wilayah NKRI sebagai satu kesatuan pertahanan merupakan segala bentuk usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan Wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara dengan suatu sistem pertahanan bersifat semesta yang melibatkan seluruh Warga Negara, Wilayah, dan Sumber Daya Nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh Pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.

d. Keberhasilan TNI AL yang bertugas melaksanakan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut ditentukan oleh kemampuan mengelola Potensi Maritim Nasional menjadi kekuatan komponen pendukung dan komponen cadangan Pertahanan Negara yang dapat digunakan untuk Operasi Militer untuk Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP). Untuk itu Pola Pembinaan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut disesuaikan dengan tingkat kematangan /kesiapan dari Potensi Maritim Nasional yang dimiliki.


2. Maksud dan Tujuan

a. Maksud. Buku Petunjuk Pelaksanaan ini dimaksudkan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut.

b. Tujuan. Buku Petunjuk Pelaksanaan ini bertujuan agar diperoleh kesamaan pola pikir, pola sikap dan pola tindak dalam pelaksanaan kegiatan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut.


3. Ruang Lingkup. Ruang lingkup Buku Petunjuk Pelaksanaan ini meliputi hal-hal yang menyangkut penyelenggaraan kegiatan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut.


4. Dasar

a. Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan keempat) Pasal 25 A dan pasal 30 ayat (2) .

b. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi Konvensi Internasional tentang Hukum Laut Internasional / UNCLOS 1982.

c. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

d. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.

e. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan.

f. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

g. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.


h. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

i. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

j. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

k. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

l. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

m. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

n. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

o. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

p. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil.

q. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

r. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1960 tentang Permintaan dan Pelaksanaan Bantuan Militer.

s. Keputusan Panglima TNI Nomor Skep/141/IV/2005 tanggal 7 April 2005 tentang Pokok-Pokok Kebijakan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Tahun 2005 - 2006.

t. Surat Keputusan Panglima TNI Nomor Skep/455/XlI/2005 tanggal 16 Desember 2005 tentang Naskah Sementara Petunjuk TNI tentang Pemberdayaan Wilayah Pertahanan.

u. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/2/I/2007 tanggal 12 Januari 2007 tentang Doktin Tentara Nasional Indonesia Tri Dharma Eka Karma (Tridek).

v. Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Nomor : Kep/07/II/2001 tanggal 23 Februari 2001 tentang Doktrin TNI Angkatan Laut Eka Sasana Jaya.

w. Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST/14212002 tanggal 4 Juni 2002 tentang Komando Wilayah.



5. Pengertian

a. Pertahanan Negara adalah segala usaha untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan melindungi segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara, disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia sebagai negara kepulauan.

b. Sistem Pertahanan Negara adalah sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, berkesinambungan, dan berkelanjutan untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan melindungi keselamatan segenap bangsa dari setiap ancaman.

c. Departemen Pertahanan adalah pelaksana fungsi pemerintah di bidang Pertahanan Negara.

d. Menteri Pertahanan adalah Menteri yang bertanggung jawab di bidang Pertahanan Negara.

e. Panglima TNI yang selanjutnya disebut Panglima adalah perwira tinggi militer yang memimpin TNI.

f. Kepala Staf TNI Angkatan Laut yang selanjutnya disebut Kasal adalah perwira tinggi yang memimpin TNI AL.

g. Militer adalah kekuatan angkatan perang dari suatu negara yang diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan.

h. Tentara adalah warga negara yang dipersiapkan dan dipersenjatai untuk tugas-tugas Pertahanan Negara guna menghadapi ancaman militer maupun ancaman bersenjata.

i. TNI sebagai Tentara Nasional adalah bahwa TNI merupakan tentara kebangsaan, bukan tentara kedaerahan, suku, ras atau golongan agama. TNI mengutamakan kepentingan nasional dan kepentingan bangsa di atas semua kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama.

j. Tentara Profesional adalah tentara yang mahir menggunakan peralatan militer, mahir bergerak, dan mahir menggunakan alat tempur, serta mampu melaksanakan tugas secara terukur dan memenuhi nilai-nilai akuntabilitas. Untuk itu, tentara perlu dilatih dalam menggunakan senjata dan peralatan militer lainnya dengan baik, dilatih manuver taktik secara baik, dididik dalam ilmu pengetahuan dan teknologi secara baik, dipersenjatai dan dilengkapi dengan baik, serta kesejahteraan prajuritnya dijamin oleh negara sehingga diharapkan mahir bertempur. Tentara tidak berpolitik praktis dalam arti bahwa tentara hanya mengikuti politik negara, dengan mengutamakan prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan ketentuan hukum internasional yang telah diratifikasi.

k. Ancaman adalah setiap upaya dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai mengancam atau membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa.

l. Ancaman militer adalah ancaman yang dilakukan oleh militer suatu negara kepada negara lain.

m. Ancaman bersenjata adalah ancaman yang datangnya dari gerakan kekuatan bersenjata.

n. Gerakan Bersenjata adalah gerakan sekelompok warga negara suatu negara yang bertindak melawan pemerintah yang sah dengan melakukan perlawanan bersenjata.

o. Pemberdayaan adalah segala upaya yang dilakukan untuk mendapatkan tenaga/kekuatan/kemampuan guna mengatasi dan mencapai segala sesuatu yang diinginkan.

p. Kawasan Pertahanan dalam hal ini atau untuk selanjutnya disebut Wilayah Pertahanan adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara.

q. Pemberdayaan Wilayah Pertahanan adalah :

1) Membantu pemerintah menyiapkan potensi nasional menjadi kekuatan pertahanan yang dipersiapkan secara dini meliputi wilayah pertahanan beserta kekuatan pendukungnya, untuk melaksanakan OMP yang pelaksanaannya didasarkan pada kepentingan pertahanan negara sesuai dengan sistem pertahanan semesta.

2) Membantu pemerintah menyelenggarakan pelatihan dasar kemiliteran secara wajib bagi warga negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3) Membantu pemerintah memberdayakan rakyat sebagai kekuatan pendukung.

r. Pemerintah yang dimaksud adalah Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

s. Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut adalah segala usaha / kegiatan yang berkaitan dengan perencanaan, pembinaan, pengembangan, pengerahan dan pengendalian serta pemanfaatan semua potensi maritim untuk menjadi kemampuan dan kekuatan kewilayahan yang tangguh guna mendukung kepentingan pertahanan negara di laut.

t. Pertahanan Negara di laut adalah segala usaha untuk mempertahankan kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan keselamatan segenap bangsa dari ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan yang timbul di dan atau lewat laut maupun udara di atasnya.

u. Pembinaan teritorial matra laut (Bintermatla) adalah segala upaya kegiatan dan pekerjaan yang berhubungan dengan perencanaan, pembinaan, pengembangan, pengorganisasian, pengerahan dan pengendalian potensi wilayah dengan segenap aspeknya dalam rangka menjadikan RAK juang yang berdaya guna untuk kepentingan pertahanan negara di laut.

v. Penyelenggaraan Pertahanan Negara adalah segala kegiatan untuk melaksanakan kebijakan pertahanan negara.

w. Pengelolaan pertahanan negara adalah segala kegiatan pada tingkat strategis dan kebijakan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan pengendalian pertahanan negara.

x. Komponen utama adalah Tentara Nasional Indonesia yang siap digunakan untuk melaksanakan tugas-tugas pertahanan.

y. Komponen cadangan adalah sumber daya nasional yang telah disiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar dan memperkuat kekuatan dan kemampuan komponen utama.

z. Komponen pendukung adalah sumber daya nasional yang dapat digunakan untuk meningkatkan kekuatan dan kemampuan komponen utama dan komponen cadangan.

aa. Sumber daya nasional adalah sumber daya manusia, sumber daya alam, dan sumber daya buatan.

bb. Sumber daya alam adalah potensi yang terkandung dalam bumi, air dan dirgantara yang dalam wujud asalnya dapat didayagunakan untuk kepentingan Pertahanan Negara.


cc. Sumber daya buatan adalah sumber daya alam yang telah ditingkatkan daya gunanya untuk kepentingan Pertahanan Negara.

dd. Sarana dan prasarana nasional adalah hasil budi daya manusia yang dapat digunakan sebagai alat penunjang untuk kepentingan Pertahanan Negara dalam rangka mendukung kepentingan nasional.

ee. Potensi Nasional adalah kemampuan nasional yang berada di ruang wilayah NKRI yang meliputi ruang darat, ruang laut, ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan mahluk lain hidup, melakukan kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya yang memungkinkan untuk dikembangkan, dibina dan didayagunakan untuk kepentingan Hanneg. Potensi Nasional ini terdiri dari Potensi Ruang Kawasan, Potensi Sumber Daya Alam dan Buatan, Potensi Sumber Daya Manusia, Potensi Sarana dan Prasarana, Potensi Nilai-nilai, Potensi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dan Potensi Dana.

ff. Potensi Maritim Nasional adalah Potensi Nasional yang beraspek maritim yang memungkinkan untuk dikembangkan, dibina dan didayagunakan untuk kepentingan Pertahanan Negara bersama potensi lainnya dalam rangka pencapaian pembangunan nasional yang berkelanjutan.


6. Tata Urut. Petunjuk pelaksanaan ini disusun dengan tata urut sebagai berikut:

a. Bab I Pendahuluan.

b. Bab Il Landasan Pemikiran.

c. Bab III Pokok-pokok Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut.

d. Bab IV Penyelenggaraan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan
Laut.

e. Bab V Tataran Kewenangan dan Tanggung Jawab.

f. Bab VI Penutup.


BAB II
LANDASAN PEMIKIRAN


7. Umum

a. Pertahanan Negara diselenggarakan oleh Pemerintah dan dipersiapkan secara dini dengan Sistem Pertahanan Negara melalui usaha membangun dan membina kemampuan dan daya tangkal negara dan bangsa serta menanggulangi setiap ancaman. Sistem pertahanan Negara dalam menghadapi ancaman militer menempatkan Tentara Nasional Indonesia sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung. Sedangkan Sistem Pertahanan Negara dalam menghadapi ancaman non militer menempatkan lembaga pemerintah di luar bidang pertahanan sebagai unsur utama, sesuai dengan bentuk dan sifat ancaman yang dihadapi dengan didukung oleh unsur-unsur lain dari kekuatan bangsa.

b. Pemberdayaan Wilayah Pertahanan dalam hal ini Wilayah Pertahanan Laut yang pada hakekatnya merupakan kegiatan membantu Pemberintah menyiapkan Potensi Nasional dalam hal ini Potensi Maritim Nasional menjadi Kekuatan Pertahanan yang dipersiapkan secara dini meliputi Wilayah Pertahanan Laut beserta kekuatan pendukungnya, untuk melaksanakan OMP yang pelaksanaannya didasarkan pada kepentingan Pertahanan Negara sesuai dengan Sistem Pertahanan Semesta; selain itu juga membantu Pemerintah menyelenggarakan pelatihan dasar kemiliteran secara wajib bagi warga negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan juga membantu pemerintah memberdayakan rakyat sebagai Kekuatan Pendukung.

c. Penyiapan Potensi Nasional dibidang Maritim guna Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut merupakan tanggung jawab TNI Angkatan Laut dalam rangka mengimplementasikan Rencana Strategis TNI AL bidang Pembinaan Potensi Maritim Tahun 2010 s.d. 2014. Guna mewujudkan langkah-langkah strategis tersebut diperlukan mekanisme dan Pola-pola Pembinaan yang harus dilakukan dalam rangka penyelenggaraan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut.


8. Landasan Filosofis
a. Ruang Laut Nasional sebagai anugerah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa merupakan salah satu unsur dari wilayah kedaulatan NKRI. Nilai strategis ruang laut bagi bangsa Indonesia adalah segenap potensi Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Alam yang terbarukan dan tak terbarukan, Sumber Daya Buatan, Sarana dan Prasarana, Industri Jasa Maritim dan Armada Nasional yang ditujukan guna penyelenggaraan Pertahanan Negara di Laut.

b. Ruang Laut Nasional merupakan ruang publik yang penggunaannya harus diintegrasikan secara terpadu sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kesejahteraan dan keamanan nasional. Untuk itu pemberdayaan ruang laut beserta sumber daya yang ada di dalamnya harus “dikuasai” oleh negara.

c. Pemberdayaan Ruang Laut Nasional merupakan kebutuhan mendasar bagi bangsa Indonesia untuk mencapai pembangunan nasional yang berkelanjutan.


9. Landasan Visional

a. Dalam rangka mewujudkan cita-cita dan tujuan nasionalnya, setiap bangsa memiliki atau memerlukan konsep cara pandang tentang diri dan lingkungannya, khususnya terhadap tanah airnya. Hubungan antara bangsa dan tanah air ini menumbuhkan berbagai teori, yang antara lain falsafah dan pandangan hidupnya serta untuk mengenali, menilai pengaruh-pengaruhnya terhadap kehidupan bangsa yang berupa, ancaman, gangguan hambatan dan tantangan dalam rangka mewujudkan cita-cita dan tujuan nasionalnya. Dengan demikian dalam rangka Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut, maka bangsa dan negara Indonesia harus berorientasi ke depan dan mendasarkan pada kemampuan potensi sumber daya nasionalnya.

b. Cara pandang dan sikap bangsa Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State), maka bangsa Indonesia perlu memelihara jati diri dan lingkungannya yang serba beragam dan bernilai strategis dengan mengutamakan persatuan, kesatuan wilayah, serta tetap menghargai dan menghormati kebhinekaan dalam setiap aspek kehidupan nasionalnya.

c. Bangsa dan Negara Indonesia menjalin hubungan yang harmonis dan bekerja sama saling menguntungkan tanpa mengesampingkan kepentingan nasionalnya. Permasalahan yang mungkin timbul dan terjadi akan diselesaikan secara damai dan melalui jalur diplomatis, serta menghindarkan terjadinya peperangan. Bangsa dan Negara Indonesia juga berperan aktif secara nyata untuk ikut serta menjaga terselenggaranya perdamaian antar bangsa baik dalam lingkup regional maupun dunia.





10. Landasan Sosiologis

a. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan, bahwa "bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat", memberikan makna bahwa negara memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengawasi penggunaan Ruang Laut Nasional. Oleh karena itu Ruang Laut Nasional dan ruang udara/dirgantara di atasnya perlu dikelola secara terencana, terpadu, profesional, dan bertanggung jawab, serta selaras, serasi, dan seimbang dengan ruang daratan dan udara beserta sumber daya di dalamnya dengan memperhatikan aspek kelestarian, keamanan, dan keselamatan lingkungan.

b. Ruang Laut Nasional sebagai ruang publik hendaknya memberikan suatu nilai pemberdayaan dalam kehidupan sosial juga sekaligus memberikan nilai-nilai kebersamaan dalam upaya pencapaiannya.


11. Landasan Yuridis

a. Beragamnya kepentingan untuk menggali nilai atau potensi nasional dalam hal ini Potensi Maritim Nasional yang dimiliki Ruang Laut Nasional, meskipun sifat ketersediaan potensi tersebut di Ruang Laut Nasional tidak tak terbatas, menyebabkan timbulnya berbagai masalah (konflik) dalam pemberdayaannya. Masalah Ruang Laut dan khususnya Ruang Laut Nasional telah menjadi isu global yang dihadapi oleh hampir semua negara di dunia termasuk negara Indonesia. Beberapa contoh yang pernah dan atau sedang terjadi di wilayah Ruang Laut Nasional Indonesia, antara lain : masalah pelanggaran wilayah kedaulatan di Ruang Laut Nasional Indonesia oleh kapal-kapal negara asing, konflik pengelolaan Ruang Laut Nasional untuk kepentingan pelayaran /perdagangan di wilayah perbatasan negara Indonesia dengan negara tetangga, konflik kepentingan pengelolaan sumber daya di Ruang Laut Nasional antar sektor/instansi, masalah pencemaran laut telah menjadi masalah regional dan global, masalah pembagian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terkait dengan pengelolaan laut, masalah pelanggaran peruntukkan Ruang Laut Nasional, masalah pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan, serta masih banyak lagi masalah-masalah lainnya yang terkait Ruang Laut Nasional. Masalah tersebut terjadi akibat belum adanya peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum bagi beragam kepentingan pemberdayaan Ruang Laut Nasional beserta sumber daya di dalamnya secara komprehensif dan terpadu hingga saat ini.



b. Peraturan perundang-undangan yang ada belum sepenuhnya dapat dijadikan landasan hukum dalam rangka optimalisasi pemberdayaan Ruang Laut Nasional. Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kemampuan dalam mengendalikan berbagai konflik kepentingan, dan dalam upaya mensinergikan ruang daratan dan udara/dirgantara, maka kepentingan Keamanan Nasional menjadi landasan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut.



BAB III
POKOK POKOK PEMBERDAYAAN WILAYAH PERTAHANAN LAUT


12. Umum.

a. Dalam kehidupan bernegara, aspek pertahanan merupakan faktor yang sangat hakiki dalam menjamin kelangsungan hidup negara tersebut. Tanpa mampu mempertahankan diri terhadap ancaman dari luar negeri dan/atau dari dalam negeri, suatu negara tidak akan dapat mempertahankan keberadaannya. Sistem pertahanan negara merupakan sistem pertahanan yang bersifat semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.

b. Konsepsi Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut perlu disusun dan diselaraskan dengan berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang Nasional (RUTR Nasional) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Pemerintah Daerah Provinsi maupun Kabupaten/Kota yang implementasinya diwujudkan dalam Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Pertahanan (RUTR Wilhan) baik dalam tataran Nasional maupun Daerah. RUTR Wilhan khususnya Pertahanan Negara di Laut secara tersirat termasuk dalam kriteria pengklasifikasian Kawasan Tertentu (Khusus), yaitu merupakan kawasan yang ditetapkan secara nasional mempunyai nilai strategis karena menyangkut hajat orang banyak, baik ditinjau dari aspek kepentingan sosial politik, ekonomi, budaya, dan lingkungan. Dalam rangka penataan RUTR Wilhan perlu benar-benar diperhatikan pemanfaatan dan pengunaan ruang wilayah Nusantara secara efektif dan efisien dalam rangka tetap menjaga kesatuan dan keutuhan serta tetap tegaknya NKRI, khususnya dalam rangka tercapainya kesejahteraan seluruh masyarakat dalam kondisi aman dan tenteram menuju masyarakat adil dan makmur.

c. Dalam hal Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut, maka TNI AL beserta Komando Kewilayahan TNI AL ( Koarmada, Lantamal, Lanal, Lanudal, Posal ) sebagai kepanjangan tangan Mabes TNI AL di wilayah masing-masing dalam upaya mewujudkan Pertahanan Negara di Laut yang tangguh dan handal, hendaknya berperan aktif membantu Pemerintah Daerah setempat di sekitarnya untuk membangun dan mewujudkan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut. TNI AL sebagai komponen utama Pertahanan Negara di laut harus mampu secara mandiri maupun sinergis dengan komponen-komponen kekuatan Nasional lainnya, maka harus memiliki kemampuan menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya dalam menyiapkan Pertahanan Negara di Laut yang di bebankan kepada TNI AL. Pelaksanaannya sesuai dengan aturan dan Perundang-undangan yang berlaku untuk menyelesaikan sasaran yang diberikan Negara/Pemerintah kepada TNI AL dalam menyusun kekuatan dan kemampuan untuk melaksanakan Pertahanan Negara dalam menghadapi ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan.



13. Hakekat Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut.

a. Membantu Pemerintah dalam segala usaha/kegiatan yang berkaitan dengan Perencanaan, Pembinaan, Pengembangan, Pengarahan dan Pengendalian serta Pemanfaatan Semua Potensi Nasional di Bidang Maritim untuk menjadi kekuatan dan kemampuan yang dapat mendukung Pertahanan Negara di Laut melalui Operasi Keamanan Laut (Opskamla) dan Operasi Tempur Laut (Opspurla). Pembinaan yang di lakukan oleh Kotama Operasi, Lantamal maupun Lanal dan Lanudal serta Posal selaku Komando Kewilayahan harus senantiasa dilaksanakan. setiap saat dan setiap waktu serta dimanapun berada guna kesiapan Pertahanan Negara di laut.

b. Pemberdayaan Wilayah Pertahanan adalah :

1) Membantu Pemerintah menyiapkan Potensi Nasional di Bidang Maritim menjadi kekuatan Pertahanan Negara yang dipersiapkan secara dini meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan para pemangku kepentingan (stakehoulder) beserta kekuatan pendukungnya, agar memiliki kemampuan melaksanakan OMP dan OMSP yang pelaksanaanya di dasarkan pada kepentingan Pertahanan Negara sesuai dengan Sistem Pertahanan Rakyat Semesta.

2) Membantu Pemerintah menyelenggarakan Pelatihan Kemiliteran secara wajib bagi warga negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

3) Membantu Pemerintah memberdayakan masyarakat maritim sebagai kekuatan pendukung Pertahanan Negara di Laut.

Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut ditujukan untuk menanggulangi dan mengatasi serta mencegah secara dini ancaman militer maupun ancaman non militer. Yang dimaksud dengan ancaman militer adalah ancaman yang menggunakan kekuatan bersenjata yang terorganisasi dan dinilai mempunyai kemampuan yang membahayakan kedaulatan Negara, keutuhan wilayah Negara, dan keselamatan segenap bangsa.

Ancaman militer ini dapat berbentuk antara lain sebagai berikut :

1) Agresi berupa penggunaan kekuatan bersenjata oleh negara lain terhadap kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa atau dalam bentuk dan cara-cara antara lain :

a) Invasi berupa serangan oleh kekuatan bersenjata negara lain terhadap wilayah NKRI.

b) Bombardemen berupa penggunaan senjata lainnya yang dilakukan oleh angkatan bersenjata negara lain terhadap wilayah NKRI

c) Blokade terhadap pelabuhan atau pantai atau wilayah udara/dirgantara NKRI angkatan bersenjata negara lain.

d) Serangan unsur oleh angkatan bersenjata negara lain terhadap unsur satuan darat atau satuan laut atau satuan udara Tentara Nasional Indonesia.

e) Unsur kekuatan bersenjata negara lain yang berada dalam wilayah NKRI berdasarkan perjanjian yang tindakan atau keberadaannya bertentangan dengan ketentuan dalam perjanjian.

f) Tindakan suatu negara yang mengijinkan penggunaan wilayahnya oleh negara lain sebagai daerah persiapan untuk melakukan agresi terhadap NKRI.

g) Pengiriman kelompok bersenjata atau tentara bayaran oleh negara lain untuk melakukan tindakan kekerasan di wilayah NKRI atau melakukan tindakan seperti tersebut di atas.

h) Ancaman lain yang ditetapkan oleh Presiden.

2) Pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh negara lain, baik yang menggunakan kapal maupun pesawat non komersial.

3) Spionase yang dilakukan oleh negara lain untuk mencari dan mendapatkan rahasia militer.

4) Sabotase untuk merusak instalasi penting militer dan obyek vital nasional yang membahayakan keselamatan bangsa.

5) Aksi teror bersenjata yang dilakukan oleh jaringan terorisme internasional atau yang bekerja sama dengan terorisme dalam negeri atau terorisme dalam negeri yang berekskalasi tinggi, sehingga membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa.

6) Pemberontakan bersenjata yaitu suatu gerakan bersenjata yang melawan pemerintah yang syah.

7) Perang saudara yang terjadi antara kelompok masyarakat bersenjata dengan kelompok masyarakat bersenjata lainnya.

8) Ancaman keamanan di laut atau udara yurisdiksi nasional Indonesia yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu dapat berupa :

a) Pembajakan atau perompakan.

b) Penyelundupan senjata, amunisi, dan bahan peledak atau bahan lain yang dapat membahayakan keselamatan bangsa.

c) Penangkapan ikan secara illegal atau pencurian kekayaan di laut.

9) Konflik komunal yang terjadi antar kelompok masyarakat yang dapat membahayakan keselamatan bangsa.

Sedangkan ancaman non militer antara lain sebagai berikut :

1) Pencurian sumber daya alam (antara lain ikan, bijih timah, migas, kayu, pasir/tanah urug, peninggalan benda budaya, benda muatan kapal tenggelam, harta karun, dan lain-lain.

2) Perdagangan illegal (illegal trading).

3) Pelayaran illegal (illegal traffic).


4) Penyelundupan baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

5) Perdagangan ”Dumping”.


14. Azas. Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut yang dilaksanakan melalui Bintermatla dengan asas-asas sebagai berikut:

a. Semesta. Persiapan pertahanan harus dilaksanakan dengan melibatkan semua Sumber Daya Nasional (Sumdanas) yang ada di wilayah masing-masing Kowil.

b. Kesatuan Komando. Pelaksanaan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut harus berada pada satu komando sehingga mencapai sasarannya.

c. Manfaat. Penyelenggaraan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut harus memberikan manfaat untuk kepentingan rakyat dan TNI.

d. Terus-menerus. Penyelenggaraan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut harus dilaksanakan terus-menerus. Untuk menjaga kesinambungan penyiapan Pertahanan Negara dan pertahanan yang dilakukan oleh TNI.

e. Prioritas. Penyelenggaraan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut harus dilihat dari keterbatasan anggaran, sarana dan prasarana yang ada pada negara dan di TNI sehingga dapat ditentukan prioritasnya.

f. Keterpaduan. Penyelenggaraan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut dilaksanakan secara terpadu dengan mengikutsertakan semua unsur organisasi yang mendukung kebutuhan kekuatan komponen utama.

g. Tanggap. Penyelenggaraan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut harus memiliki ketanggapsegeraan terhadap perkembangan lingkungan strategis untuk kepentingan Pertahanan Negara secara menyeluruh.

h. Kewenangan dan Tanggung Jawab. Penyelenggaraan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut harus memberikan kewenangan dan tanggungjawab yang jelas sesuai dengan bidang masing-masing, sehingga dapat berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku.



15. Tujuan. Mensinergikan peran instansi maritim dalam membina SDM, SDA, SDB, sarana dan prasarana, nilai-nilai, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dana menjadi kekuatan wilayah yang tangguh untuk mendukung kepentingan pertahanan yang dilaksanakan secara terencana, terpadu dan berkesinambungan.


16. Sasaran. Dalam rangka pelaksanaan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut perlu dibuatkan perencanaan strategisnya yang meliputi aspek Pengelolaan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut, kebijakan penganggaran, pengadaan , perekrutan, pengelolaan sumber daya nasional, serta pembinaan teknologi industri pertahanan dan pendukungnya yang diperlukan oleh TNI khususnya TNI AL, dan komponen pertahanan lainnya. Sedangkan pembinaan hasil pelaksanaan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut yang berkaitan dengan pendidikan, latihan, penyiapan kekuatan, doktrin-doktrin yang diperlukan dalam Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Negara berada pada Panglima TNI dengan dibantu para Kepala Staf Angkatan

Sasaran Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut ditetapkan berpedoman pada naskah sementara petunjuk TNI tentang Pemberdayaan Wilayah Pertahanan meliputi sasaran pokok, sasaran antara dan sasaran khusus, sebagai usaha menjaga dan mempertahankan konsep integral TNI dalam Sistem Pertahanan Negara RI, yaitu:

a. Sasaran Pokok. TNI AL yang merupakan bagian integral dari TNI melakukan kegiatan OMSP bersama-sama dengan komponen bangsa dan negara yang memiliki hubungan pekerjaan dan mata pencaharian di laut, membantu Pemerintah RI mewujudkan sasaran pokok dalam Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut dengan mensinergikan segenap potensi wilayah pertahanan laut agar memiliki kekuatan dan kemampuan yang dapat digunakan sebagai komponen cadangan dan pendukung matra laut serta menjadi daya tangkal dalam menanggulangi setiap bentuk dan sifat ancaman di dan atau lewat laut dalam penyelenggaraan Pertahanan Negara di laut guna menjamin kepentingan dan tujuan nasional NKRI.

b. Sasaran Antara. TNI AL yang merupakan bagian integral dari TNI melakukan kegiatan OMSP bersama-sama dengan komponen bangsa dan negara yang memiliki hubungan pekerjaan dan mata pencaharian di laut, membantu Pemerintah RI mewujudkan sasaran antara dalam Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut dengan menyelenggarakan dan mempersiapkan secara dini upaya menggali, membina, mengembangkan, membangun, melindungi dan mempertahankan segenap potensi wilayah pertahanan laut agar memiliki kekuatan dan kemampuan daya tangkal dalam menanggulangi setiap bentuk dan sifat ancaman di dan atau lewat laut sebagi komponen cadangan dan pendukung untuk menjamin penyelenggaraan Pertahanan Negara di laut guna terwujudnya kepentingan dan tujuan nasional NKRI.

c. Sasaran Khusus. TNI AL yang merupakan bagian integral dari TNI melakukan kegiatan OMSP bersama-sama dengan komponen bangsa dan negara yang memiliki hubungan pekerjaan dan mata pencaharian di laut, membantu Pemerintah RI mewujudkan sasaran khusus dalam Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut yakni melindungi dan mempertahankan segenap potensi wilayah pertahanan laut dengan melaksanakan kegiatan operasi keamanan laut untuk menjamin menyelenggarakan Pertahanan Negara di laut guna terwujudnya kepentingan dan tujuan nasional NKRI


17. Subyek, Obyek dan Metode

a. Subyek. Sebagai subyek dari Penyelenggaraan Dawilhanla adalah seluruh Kowil yang ada di jajaran TNI AL yaitu :

1) Koarmada

2) Lantamal

3) Lanal

4) Lanudal

5) Posal.

b. Obyek. Obyek Dawilhanla adalah seluruh Potensi Nasional bidang Maritim/Kelautan adalah:

1) Ruang.

2) SDM.

3) SDA/SDB.

4) Sarana Prasarana.

5) Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

6) Nilai-nilai Luhur.

7) Pendanaan/Pembiayaan.




c. Metode. Metode dan cara yang digunakan dalam Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut sangat menentukan hasil kegiatan, sehingga diperlukan metode yang tepat dan dapat digunakan serta diterima dengan baik oleh seluruh komponen bangsa. Adapun metode yang digunakan adalah sebagai berikut :

1) Operasi Bakti TNI.

a) Operasi Bakti Surya Bhaskara Jaya.

b) Bakti Sosial Kesehatan/ Pengobatan Masal.

c) Mobile Market.

d) Pembinaan Desa Pesisir (Bindesir) dan pemberdayaan masyarakatnya melalui pemberian bahan kontak.

2) Penyuluhan antara lain :

a) Penyuluhan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara (PPBN).

b) Penyuluhan Cinta Tanah Air.

c) Penyuluhan Cinta Bahari.

d) Penyuluhan Kesehatan.

e) Penyuluhan Hukum.

f) Penyuluhan ketrampilan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat desa pesisir.

3) Pendidikan dan pelatihan antara lain :

a) Pembudidayaan mutiara.

b) Pembudidayaan rumput laut.

c) Pembudidayaan perikanan air laut dan payau.

d) Pelestarian Lingkungan hidup.



BAB IV
PENYELENGGARAAN PEMBERDAYAAN WILAYAH PERTAHANAN LAUT


18. Umum

a. Ruang Wilayah NKRI baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara/dirgantara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumber dayanya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa kepada bangsa Indonesia yang perlu disyukuri, dilindungi, dan dikelola secara berkelanjutan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat sesuai dengan amanat yang terkandung dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta makna yang terkandung dalam falsafah dan dasar negara Pancasila. Untuk mewujudkan amanat pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tersebut, Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang pelaksanaan wewenangnya dilakukan oleh Pemerintah dan pemerintah Daerah dengan tetap menghormati hak yang dimiliki oleh setiap orang.

b. Secara geografis, maka letak NKRI yang berada di antara dua Benua dan dua Samudra sangat strategis, baik bagi kepentingan nasional maupun internasional. Secara ekosistem, kondisi alamiah Indonesia sangat khas karena posisinya yang berada di dekat khatulistiwa dengan cuaca, musim, dan iklim tropis yang merupakan aset atau sumber daya yang sangat besar bagi bangsa Indonesia. Di samping keberadaan yang bernilai sangat strategis tersebut, Indonesia berada pula pada kawasan rawan bencana yang secara alamiah dapat mengancam keselamatan bangsa. Dengan keberadaannya tersebut, maka penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional harus dilakukan secara komprehensif, holistik, terkoordinasi, terpadu, efektif dan efisien dengan memperhatikan faktor politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan, keamanan dan kelestarian lingkungan hidup.

c. Ruang yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara/dirgantara termasuk ruang di dalam bumi, sebagai tempat manusia dan makhluk lain hidup melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya pada dasarnya ketersediaanya tidak tak terbatas. Berkaitan dengan hal tersebut, dan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, maka perlu dilakukan penataan ruang yang dapat mengharmonisasikan lingkungan alam dan lingkungan buatan yang mampu mewujudkan keterpaduan penggunaan sumber daya alam dan sumber daya buatan, serta dapat memberikan pelindungan terhadap fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap lingkungan hidup akibat pemanfaatan ruang. Kaidah penataan ruang ini harus dapat diterapkan dan diwujudkan dalam setiap proses perencanaan tata ruang wilayah.
d. Ruang sebagai sumber daya pada dasarnya tidak mengenal batas wilayah. Namun untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional, serta sejalan dengan kebijakan Otonomi Daerah yang nyata, luas, dan bertanggung jawab, penataan ruang menuntut kejelasan pendekatan dalam proses perencanaannya demi menjaga keselarasan, keserasian, keseimbangan, dan keterpaduan antar daerah, antara pusat dan daerah, antarsektor, dan antar pemangku kepentingan. Penataan ruang didasarkan pada pendekatan sistem, fungsi utama kawasan, wilayah administratif, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.

e. Berkaitan dengan kebijakan Otonomi Daerah tersebut, wewenang penyelenggaraan penataan ruang oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang mencakup kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang, didasarkan pada pendekatan wilayah dengan batasan wilayah administratif. Dengan pendekatan wilayah administratif tersebut, penataan ruang seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terdiri atas Wilayah Nasional, Wilayah Provinsi, Wilayah Kabupaten/Kota yang setiap wilayah tersebut merupakan subsistem ruang menurut batas administratif. Di dalam subsistem tersebut terdapat Sumber Daya Manusia dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Buatan, dan dengan tingkat pemanfaatan ruang yang berbeda-beda, apabila tidak ditata dengan baik dapat mendorong ke arah adanya ketidakseimbangan pembangunan antar wilayah serta ketidaksinambungan pemanfaatan ruang. Berkaitan dengan penataan ruang Wilayah Kota, perlu penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau, yang proporsi luasannya ditetapkan paling sedikit 30 (tiga puluh ) persen dari luas wilayah kota merupakan daerah penghijauan yang diisi oleh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun sengaja ditanam.

f. Penataan ruang dengan pendekatan kegiatan utama kawasan terdiri atas penataan ruang kawasan perkotaan dan penataan ruang kawasan pedesaan. Kawasan perkotaan menurut besarannya dapat berbentuk kawasan perkotaan kecil, kawasan perkotaan sedang, kawasan perkotaan besar, kawasan metropolitan, dan kawasan megapolitan. Khusus kawasan metropolitan yang berupa kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitarnya yang saling memiliki keterkaitan fungsional dan dihubungkan dengan jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi merupakan pedoman untuk keterpaduan perencanaan tata ruang wilayah administrasi di dalam kawasan, dan merupakan alat untuk mengkoordinasikan pelaksanaan pembangunan lintas wilayah administratif yang bersangkutan. Penataan ruang kawasan pedesaan diselenggarakan pada kawasan pedesaan yang merupakan bagian wilayah Kabupaten atau pada kawasan yang secara fungsional berciri pedesaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah Kabupaten pada 1 (satu) atau lebih wilayah propinsi. Kawasan perdesaan yang merupakan bagian wilayah Kabupaten dapat berupa kawasan agropolitan.

g. Penataan ruang dengan pendekatan nilai strategis kawasan dimaksudkan untuk mengembangkan, melestarikan, melindungi dan atau mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan nilai strategis kawasan yang bersangkutan demi terwujudnya pemanfaatan yang berhasil guna, berdaya guna, dan berkelanjutan. Penetapan kawasan strategis pada setiap jenjang wilayah administratif didasarkan pada pengaruh yang sangat penting terhadap kedaulatan negara, pertahanan, keamanan, ekonomi, sosial, budaya, dan atau lingkungan, termasuk kawasan yang ditetapkan sebagai warisan dunia. Pengaruh aspek kedaulatan negara, pertahanan, dan keamanan lebih ditujukan bagi penetapan kawasan strategis nasional, sedangkan yang berkaitan dengan aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan dapat berlaku untuk penetapan kawasan strategis nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota diukur berdasarkan pendekatan eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi penanganan kawasan yang bersangkutan.

h. Dalam rangka mencapai tujuan penyelenggaraan penataan ruang tersebut perlu memuat ketentuan pokok sebagai berikut :

1) Pembagian wewenang antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten /
Kota dalam penyelenggaraan penataan ruang untuk memberikan kejelasan tugas dan tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan dalam mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan.

2) Pengaturan penataan ruang yang dilakukan melalui penetapan peraturan perundang-undangan termasuk pedoman bidang penataan ruang sebagai acuan penyelenggaraan penataan ruang.

3) Pembinaan penataan ruang melalui berbagai kegiatan untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan penataan ruang.

4) Pelaksanaan penataan ruang yang mencakup perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang pada semua tingkat pemerintahan.

5) Pengawasan penataan ruang yang mencakup pengawasan terhadap kinerja pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang, termasuk pengawasan terhadap kinerja pemenuhan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang melalui kegiatan pemantauan, evaluasi dan pelaporan.

6) Hak, kewajiban dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang untuk menjamin keterlibatan masyarakat, termasuk masyarakat adat dalam setiap proses penyelenggaraan penataan ruang.

7) Penyelesaian sengketa, baik sengketa antar daerah maupun antar pemangku kepentingan lain secara bermartabat.

8) Penyidikan yang mengatur tentang penyidik Pegawai Negeri Sipil beserta wewenang dan mekanisme tindakan yang dilakukan.

9) Ketentuan sanksi administratif dan sanksi pidana sebagai dasar untuk menegakkan hukum dalam penyelenggaraan penataan ruang.

10) Ketentuan peralihan yang mengatur keharusan penyesuaian pemanfaatan ruang dengan rencana tata ruang yang baru dengan masa transisi selama 3 (tiga) tahun untuk penyesuaian.


19. Peranan Penataan Ruang Kawasan Pertahanan Dalam Mewujudkan Dawilhanla. Ruang Kawasan Pertahanan dan untuk selanjutnya disebut Wilayah Pertahanan adalah kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan ditetapkan sebagai kawasan untuk kepentingan pertahanan yang penataannya diselenggarakan oleh Pemerintah berdasarkan fungsinya sebagai kawasan budidaya dan sebagai bagian dari ruang wilayah nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Ruang Kawasan Pertahanan terdiri dari ruang kawasan pertahanan bersifat statis dan bersifat dinamis.

a. Ruang Kawasan Pertahanan bersifat statis adalah ruang kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pertahanan yang bersifat tetap atau permanen. Kawasan Pertahanan yang bersifat statis dikelompokkan sebagai berikut:

1) Ruang Kawasan Pertahanan Darat yang bersifat statis yaitu daerah operasi militer, basis militer, instalasi militer, pos militer, daerah latihan militer, daerah uji coba peralatan dan persenjataan militer, daerah penyimpanan/pengamanan barang-barang eksplosif dan barang berbahaya lainnya, daerah disposal amunisi dan peralatan pertahanan lainnya, industri pertahanan, dan garnisun militer.

2) Ruang Kawasan Pertahanan Laut yang bersifat statis yaitu pangkalan militer, instalasi pertahanan termasuk stasiun radar, pos militer, daerah latihan, kawasan percobaan alat dan senjata, arsenal, disposal area, kawasan industri sistem pertahanan.

3) Ruang Kawasan Pertahanan Udara yang bersifat statis yaitu Mandala Operasi Pertahanan Dirgantara, Zona Identifikasi Pertahanan Udara, area terbatas, area terlarang, area berbahaya, dan area bebas halangan.

b. Ruang Kawasan Pertahanan bersifat dinamis adalah kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pertahanan yang bersifat sementara dan atau dalam jangka waktu tertentu dan tidak bersifat permanen atau bersifat darurat. Kawasan Pertahanan yang bersifat dinamis dikelompokkan sebagai berikut:

1) Ruang Kawasan Pertahanan Penyangga adalah Ruang Laut dan Ruang di bawahnya serta Ruang Udara di atasnya yang berada di luar Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang merupakan satu kesatuan wilayah.

2) Ruang Kawasan Pertahanan Utama adalah Ruang Laut dan Ruang dibawahnya serta Ruang Udara diatasnya yang berada di antara batas Laut Teritorial dan batas Laut Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia yang merupakan satu kesatuan wilayah.

3) Ruang Kawasan Pertahanan Perlawanan adalah Ruang Laut dan Ruang di bawahnya serta Ruang Darat dan Ruang Udara di atasnya termasuk Ruang di dalam Bumi yang merupakan satu kesatuan wilayah yang diukur dari batas Laut Teritorial ke arah Ruang Darat.

Ruang Kawasan Pertahanan Perlawanan di atas meliputi:

a) Daerah Pertempuran.

b) Daerah Komunikasi.

c) Daerah Belakang.

c. Faktor Pendukung. Selain membutuhkan perkuatan, postur TNI/ TNI AL juga memiliki kebutuhan yang melekat berupa lingkungan gelar yang kondusif baik pada gelar operasi maupun gelar pemangkalan. Kedua kebutuhan itulah yang harus tercakup dalam kegiatan Dawilhanla. Penciptaan lingkungan yang kondusif ini juga merupakan pemberdayaan potensi nasional yang pelaksanaannya terutama adalah satuan-satuan TNI termasuk TNI AL, baik secara mandiri maupun bekerjasama dengan berbagai pihak.


20. Peranan Sumber Daya Nasional (Sumdanas) Dalam Mewujudkan Dawilhanla.

a. Sumber Daya Manusia (SDM) adalah seluruh Warga Negara Republik Indonesia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, setia kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, berumur 18 (delapan belas) tahun sampai dengan 45 (empat puluh lima) tahun, berkelakuan baik, sehat rohani dan jasmani dan tidak dalam keadaan kehilangan haknya untuk ikut serta dalam usaha bela negara dapat didayagunakan untuk kepentingan Pertahanan Negara.

b. Sumber Daya Alam (SDA) adalah potensi yang terkandung dalam bumi, air, dan dirgantara yang dalam wujud asalnya dapat didayagunakan untuk kepentingan Pertahanan Negara.

c. Sumber Daya Buatan (SDB) adalah Sumber Daya Alam yang telah ditingkatkan dayagunanya untuk kepentingan Pertahanan Negara.

d. Sarana Prasarana (Sarpras) adalah hasil budi daya manusia yang dapat digunakan sebagai alat penunjang untuk kepentingan Pertahanan Negara dalam rangka mendukung kepentingan nasional.

e. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) adalah budi daya manusia untuk memudahkan menyelesaikan masalahnya dengan penemuan baru suatu alat yang menggunakan prinsip dan proses penemuan secara saintifik atau ilmiah.

f. Nilai-nilai adalah seperangkat pranata, prinsip, dan kondisi yang diyakini kebenarannya oleh umat manusia untuk digunakan sebagai instrumen pengatur kehidupan dalam mengukur kinerja, baik moral maupun fisik dan sekaligus menunjukkan identitas dan jatidiri yang bersangkutan. Yang dimaksud dengan nilai-nilai yang berkaitan dengan Sistem Pertahanan Negara antara lain:

1) Nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945.

2) Nilai yang terkandung dalam Sapta Marga, Sumpah Prajurit, dan Doktrin TNI.

3) Nilai sebagai bangsa pejuang.

4) Nilai gotong-royong.

5) Nilai baru yang sesuai dengan kebutuhan bangsa Indonesia.


g. Pendayagunaan SDM, SDA, SDB, Sarpras, Iptek dan Nilai-nilai seperti tersebut di atas untuk kepentingan Pertahanan Negara dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.


21. Peranan Pembiayaan dalam mewujudkan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut (Dawilhanla).

a. Segala pembiayaan yang diperlukan dalam mewujudkan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut (Dawilhanla) dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

b. Segala pembiayaan yang diperlukan dalam rangka mewujudkan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan (Dawilhanla) di daerah dibiayai oleh APBN dan APBD.


BAB V
TATARAN KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB


22. Umum

a. Tataran kewenangan dan tanggung jawab dalam Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut adalah merupakan tanggung jawab Pemerintah baik di pusat maupun di daerah, TNI dan seluruh masyarakat maritim. Pemberdayaan Wilayah Pertahanan merupakan suatu upaya/kegiatan yang dilakukan untuk menambah/mendapatkan suatu tenaga/kekuatan dan kemampuan yang diinginkan dalam suatu wilayah yang terdiri atas aspek geografi meliputi darat, laut, sungai, pantai dan udara beserta segala potensi yang ada di atasnya yang dapat digunakan dalam menghadapi berbagai hakekat ancaman yang mungkin timbul dengan Sistem Pertahanan yang bersifat semesta dengan melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya nasional lainnya serta dipersiapkan secara dini oleh Pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, berkesinambungan dan berkelanjutan untuk meneggakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan melindungi keselamatan segenap bangsa dari setiap ancaman.

b. Pemberdayaan Wilayah Pertahanan wajib dilakukan dengan cara mengintegrasikan kegiatan :

1) Antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

2) Antar Pemerintah Daerah.

3) Antar Sektor.

4) Antar Pemerintah dan Masyarakat.

5) Antara Ekosistem Darat dan Ekosistem Laut serta Ekosistem Udara.

6) Antara Ilmu Pengetahuan dan Dampak Lingkungan Hidup.

7) Antara Kepentingan Keamanan dan Kesejahteraan secara proposional.

Agar semua ini berjalan secara efektif dan efisien diperlukan pengaturan tataran kewenangan dan tanggung jawab seluruh institusi/instansi Pemerintah, Departemen/LPND terkait, TNI, dan masyarakat maritim.


23. Pemerintah

a. Pemerintah Pusat

1) Membuat Rencana Strategis Pemberdayaan Wilayah Pertahanan yang selanjutnya disebut RSPWP.

2) Rencana Pemberdayaan Wilayah Pertahanan yang selanjutnya disebut RPWP.

3) Rencana Aksi Pemberdayaan Wilayah Pertahanan yang selanjutnya disebut RAPWP.

b. Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota

1) Membuat Rencana Strategis Pemberdayaan Wilayah Pertahanan yang selanjutnya disebut RSPWP Tingkat Provinsi /Kabupaten/Kota.

2) Rencana Pemberdayaan Wilayah Pertahanan yang selanjutnya disebut RPWP Tingkat Provinsi /Kabupaten/Kota.

3) Rencana Aksi Pemberdayaan Wilayah Pertahanan yang selanjutnya disebut RAPWP Tingkat Provinsi /Kabupaten/Kota.

4) Mengelola Sistem Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Negara yang diwujudkan dalam pelaksanaan Pertahanan Negara di daerah.

5) Dalam pelaksanaan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Gubernur dibantu oleh Kanwil/Kepala LPND daerah.

6) Pelaksanaan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Negara mencakup pembangunan, pemeliharaan dan pengembangan kekuatan Pertahanan Negara yang pelaksanaannya secara proporsional bagi segenap komponen Pertahanan Negara.


24. Departemen Pertahanan

a. Merumuskan dan menetapkan kebijakan pertahanan serta mengkoordinasikan Pertahanan Negara dengan semua Instansi Pemerintah.

b. Perumusan kebijakan umum Sistem Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Negara mencakup penyiapan ketetapan kebijakan Presiden yang memuat arah pembangunan kekuatan Pertahanan Negara serta pemeliharaan dan pengembangan kekuatan Pertahanan Negara yang dipadukan antara pertahanan militer dan pertahanan nonmiliter.

c. Dephan merupakan triumvirat yang melaksanakan tugas Kepresidenan bersama-sama dengan Menlu dan Mendagri.

d. Menetapkan kebijakan pertahanan di bidang penganggaran, pengadaan, perekrutan dengan melaksanakan kerjasama Menteri/Kepala LPND, pengelolaan sumber daya nasional, pembinaan teknologi dan industri pertahanan.

e. Menetapkan kebijakan sistem Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Negara untuk kerjasama dengan Departemen/LPND.

f. Mempersiapkan pokok-pokok kebijakan pendayagunaan potensi sumber daya nasional termasuk SDA/SDB dan sarana prasarana menjadi satu kekuatan pertahanan.

g. Terwujudnya ketersediaan cadangan material strategis, serta terselenggaranya sistem logistik wilayah yang dapat diandalkan.

h. Menerbitkan buku induk data Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan serta Sarana Prasarana yang merupakan himpunan data tentang SDA/SDB serta Sarana Prasarana yang diinventarisir dan disusun secara sistematis agar dapat mendukung pemberdayaan SDA/SDB untuk Pertahanan Negara.

i. Menyiapkan petunjuk pelaksanaan tugas dan fungsi Dephan di daerah terutama berkaitan dengan pembinaan dan pendayagunaan sumber daya manusia untuk kepentingan Pertahanan Negara.

j. Merumuskan kebijakan umum penggunaan kekuatan TNI dan komponen pertahanan lainnya.

k. Merumuskan dan menetapkan kebijakan program dan anggaran penyelenggaraan pemberdayaan wilayah pertahanan.

l. Bekerjasama dengan Pimpinan Departemen dan Instansi Pemerintah lainnya serta menyusun dan melaksanakan perencanaan strategis pengelolaan sumber daya nasional untuk kepentingan pertahanan.

m. Mengendalikan, mengawasi dan mengevaluasi hasil pelaksanaan pemberdayaan wilayah pertahanan.


25. Departemen /LPND terkait

a. Membantu Dephan dan Mabes TNI secara terbatas dalam proses penyusunan rencana Pemberdayaan Wilayah Pertahanan.

b. Menyesuaikan rencana kegiatan Departemen/LPND terkait disesuaikan dengan Rencana Strategis Pemberdayaan Wilayah Pertahanan, Rencana Pemberdayaan Wilayah Pertahanan, Rencana Aksi Pemberdayaan Wilayah Pertahanan.

c. Menetapkan kebijakan yang berhubungan dengan kepentingan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Negara di bidangnya masing-masing yang bertanggungjawab membina dan meningkatkan sumber daya nasional untuk kebutuhan kesejahteraan dalam mendukung kepentingan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Negara.

d. Menyusun kebijakan dan strategi Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Negara nonmiliter di bidangnya masing-masing dan mengkoordinasikan dengan Menhan dan Panglima TNI.

e. Menyusun rencana pembangunan di bidangnya masing-masing dan mengakomodasi kepentingan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Negara untuk tujuan jangka panjang.

f. Pembinaan Sumber Daya Alam, Sumber Daya Buatan, serta Sarana dan Prasarana yang dilakukan oleh Departemen/LPND diselenggarakan dengan memperhatikan kepentingan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Negara.


26. Tentara Nasional Indonesia

a. Mabes TNI

1) Merumuskan kebijakan tentang pelaksanaan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Tri Matra (Darat, Laut, dan Udara).

2) Melaksanakan pembinaan sumber daya nasional dan sarana prasarana untuk menjadi komponen cadangan dan komponen pendukung Pertahanan Negara.

3) Membantu menyelenggarakan Pendidikan Pendahuluan Bela Negara.

4) Melaksanakan Bhakti TNI dan bantuan kemanusiaan.

5) Melaksanakan pendidikan dasar kemiliteran untuk komponen cadangan Pertahanan Negara.

6) Membuat Petunjuk Pelaksanaan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan untuk Tri Matra (AD, AL, AU).

7) Membuat Petunjuk Pelaksanaan OMSP Tri Matra (AD, AL, AU).

8) Membuat Ruang Kawasan Pertahanan yang bersifat statis dan dinamis untuk Tri Matra (AD, AL, AU) sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

9) Mendelegasikan pelaksanaan pembinaan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Negara yang dilakukan oleh tiap Kepala Staf Angkatan untuk memelihara kesiap-siagaan operasional.

10) Merumuskan dan menetapkan Sistem Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Negara.

b. Mabes TNI AL

1) Merumuskan kebijakan tentang pelaksanaan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan sesuai dengan matra laut.

2) Membuat Buku Petunjuk Teknik (Bujuknik) Pemberdayaan Wilayah Pertahanan sesuai dengan matra laut.

3) Pemberdayaan Wilayah Pertahanan di laut yang diseleng-garakan dengan Pembinaan Desa Pesisir.

4) Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut diselenggarakan dengan Pembinaan Potensi Maritim.

5) Merumuskan kebijakan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan matra laut.

6) Melaksanakan pembinaan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Negara sesuai matra laut yang pelaksanaannya didelegasikan kepada Pangkotama.

7) Membuat laporan kepada Panglima TNI.

c. Kotama TNI AL

1) Melaksanakan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Negara di wilayah tanggungjawabnya sesuai matra.

2) Berkoordinasi dengan Gubernur/Kanwil Departemen LPND dalam melaksanakan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Negara di Laut.

3) Membuat Petunjuk Lapangan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan untuk Pertahanan Laut.

4) Membuat Petunjuk Lapangan OMSP untuk Pertahanan Negara di Laut.

5) Membuat Ruang Kawasan Pertahanan yang bersifat statis dan dinamis untuk Pertahanan Negara di Laut sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

6) Koordinasi dengan Pemerintah Provinsi/Kab/Kota/Kanwil Departemen/LPND terkait dan masyarakat maritim.

7) Membuat laporan ke Mabes TNI AL.

d. Kolak TNI AL

1) Melaksanakan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut sesuai petunjuk pelaksanaan dari Mabes TNI AL dan petunjuk Lapangan dari Kotama.

2) Merencanakan, mengendalikan dan mengevaluasi semua kegiatan dalam Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut sesuai dengan petunjuk pelaksanaan.

3) Koordinasi dengan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dan masyarakat maritim.

4) Membuat Laporan ke Kotama TNI AL.


27. Masyarakat Maritim. Membantu Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota dalam memberikan masukan data tentang masalah potensi maritim yang ada di daerahnya dan atau yang mereka ketahui.



BAB VI
PENUTUP


28. Demikian Usulan Materi Buku Petunjuk Pelaksanaan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Laut ini disusun sebagai bahan masukan dalam rangka pelaksanaan Sidang Wanbangopstik-LIII/2008.


Jakarta, Mei 2008

An. Kepala Dispotmar
Kasubdis Dayagun
Selaku
Ketua Tim Pokja


Sudiono, SE
Kolonel Laut (KH) NRP 8301/P






















DAFTAR PUSTAKA

1. Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan keempat).

2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Ratifikasi Konvensi Internasional tentang Hukum Laut Internasional / UNCLOS ’82.

3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

4. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan.

5. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan.

6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

8. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

9. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.

10. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

11. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.

12. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.

13. Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

14. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

15. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.

16. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau kecil.

17. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.

18. Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1960 tentang Permintaan dan Pelaksanaan Bantuan Militer.
19. Panglima TNI Nomor Skep/141/IV/2005 tanggal 7 April 2005 tentang Pokok-Pokok Kebijakan Pemberdayaan Wilayah Pertahanan Tahun 2005 - 2006.

20. Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/2/I/2007 tanggal 12 Januari 2007 tentang Doktin Tentara Nasional Indonesia Tri Dharma Eka Karma (Tridek).

21. Keputusan Keputusan Panglima TNI Nomor Skep/455/XlI/2005 tanggal 16 Desember 2005 tentang Naskah Sementara Petunjuk TNI tentang Pemberdayaan Wilayah Pertahanan.

22. Keputusan Kepala Staf TNI Angkatan Laut Nomor : Kep/07/II/2001 tanggal 23 Februari 2001 tentang Doktrin TNI Angkatan Laut Eka Sasana Jaya.

23. Surat Telegram Panglima TNI Nomor ST/14212002 TANGGAL 4 Juni 2002 tentang Komando Wilayah.